Kamis, 17 Maret 2011

Teroris Terpaksa Main Bom Kecil Karena Kesulitan Duit


Teror bom buku yang kini terjadi berurutan diduga besar dilakukan oleh jaringan teroris. Jaringan ini kini mengubah modus operasinya. Mereka tidak lagi mengebom gedung dengan jumlah korban banyak, tapi mulai mengincar perorangan. Mengapa demikian?

"Karena bahan peledak sulit didapat dan duit juga sulit. Jadi mereka terpaksa main yang kecil-kecil," kata pengamat terorisme LIPI Hermawan Sulistyo kepada detikcom.

KikiEK, panggila akrab Hermawan, memperingatkan meski jaringan teroris kesulitan dana, mereka harus tetap diwaspadai. Anggota jaringan ini masih banyak. Dan dari anggota itu ada 1.500 orang yang ahli merakit bom.

"Anda jangan lupa fakta hukum jumlah orang yang ditangkap, diperiksa, dipenjara terkait terorisme jumlahnya total 600 lebih. Kini mereka banyak yang sudah dilepas lagi karena masa hukuman habis," terang Kiki. Berikut wawancara detikcom dengan Kiki, yang juga guru besar riset ilmu politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI):

Bagaimana analisa anda atas teror bom buku yang terjadi dalam pekan ini? Kalau melihat waktunya, ini pengirimnya sama karena kan sama. Saya belum tahu hasil forensiknya apakah cara merakitnya sama atau tidak. Tapi kalau melihat waktunya sama, maka pengirimnya besar kemungkinan dari jaringan yang sama. Apakah pelakunya dari jaringan teroris lama atau ada kelompok lain? Saya duga jaringan teroris lama. Pemainnya baru tapi tetap otaknya jaringan lama. Yang punya kemampuan membuat bom itu jumlahnya banyak, yang bikin kayak itu ada 1.000 orang lebih, itu yang punya kemampuan. Sebagian dari mereka ada yang tidak aktif, sebagian masih aktif. Anda jangan lupa fakta hukum jumlah orang yang ditangkap, diperiksa, dipenjara terkait terorisme jumlahnya total 600 lebih. Kini mereka banyak yang sudah dilepas lagi karena masa hukuman habis. Jadi 600 orang itu fakta hukum mereka yang ditangkap, belum teman-temannya, keluarganya dan lain-lain. Jadi jaringan terorisme di Indonesia masih banyak sekali anggotanya?

Masih banyak sekali. Kalau bikin satu bom itu paling sedikit butuh 3 atau 4 orang, dari yang beli ini itu plus pembantunya, lalu meracik sampai operasi untuk meledakkan. Yang biasa membuat bom itu jumlahnya ada 1.000 lebih, mungkin 1.500 orang lah. Tapi dari jumlah itu sebagian tidak lagi main begituan, ada yang sekarang jadi pengusaha, ada yang jadi pejabat, ada yang jadi anggota dewan, ada yang kembali lagi menjadi ustad. Tapi masih ada yang aktif.

Berapa orang yang masih aktif?
Kalau dari data yang saya miliki, ada 400-500 orang yang punya kemampuan membuat bom dan masih aktif sampai sekarang. Siapa pemimpin jaringan teroris ini setelah gembong teroris seperti Azahari, Nordin dan Dulmatin tewas?<\/strong> Nah itu yang selama ini salah. Jaringan ini bukan organisasi. Ini sekumpulan orang yang percaya bahwa mereka memperjuangkan nilai-nilai kebaikan. Hal yang baik menurut mereka dan Tuhan dilibatkan. Ini bukan perang agama, ini bukan organisasi, ini keyakinan tentang nilai yang dianggap benar. Adakah tokoh terpandang dalam jaringan teroris sekarang? Nggak ada pemimpinnnya. Sekarang itu lepas lepas. Yang menyatukan mereka nilai atau keyakinan yang mereka anggap benar. Mengapa Ulil, Gories Mere dan Japto yang jadi sasaran?

Kalau Ulil dan Gories kan satu tipe pastilah, jelas sekali mereka menjadi musuh jaringan teroris ini. Yang agak aneh Japto ini. Saya kira yang bom untuk Japto itu untuk mengacaukan peta saja.

Bisa jadi Japto dipilih karena ada info dia keturunan Yahudi, mungkin saja seperti itu. Tapi kan tidak banyak yang tahu dia keturunan Yahudi dan dia tidak dikenal sebagai orang yang memusuhi kelompok teroris itu. Bisa juga faktor dalam memilih sasaran, tempat, dan motif tidak pernah faktor tunggal selalu faktor penyebabnya banyak. Kalau kasus Japto itu mungkin pengalihan isu sekaligus isu dia Yahudi atau keturunan Yahudi.

Mengapa sekarang sasarannya perorangan, apakah ada pesan khusus yang ingin disampaikan jaringan teroris tersebut?<\/strong> Mengapa nggak bom yang gede? Mengapa nggak bom satu truk? Untuk Gories kan logikanya sebagai orang yang telah membasmi banyak gembong teroris dikirimi satu truk bom, bukan yang kecil dan ecek-ecek. Ini karena sekarang sulit untuk mencari bahan peledak, untuk membeli sulfur 20 kg saja sudah ditanya darimana, untuk apa, jadi sekarang mereka main bom kecil gitu. Selain itu kan sekarang sulit mencari dana. Tapi dulu kan sasarannya gedung besar dengan jumlah korban yang banyak, mengapa sekarang modusnya yang diancam perorangan?<\/strong> Ini karena kesulitan mencari bahan. Pola begini tahap pertama dilakukan pada era 70-80. Teror-teror terhadap individual seperti ini, banyak terjadi di Eropa dan di Indonesia juga. Yang dipakai saat itu dengan senjata, bom kecil atau penculikan. Tapi lama kelamanaan dirasa efek terornya kecil dan tidak efektif lagi.

Di sisi lain, instrumen antiteror yang dimiliki polisi dan aparat berkembang sebaliknya. Mereka (polisi dan aparat) menumbuhkan kemampuan untuk menangani jens teror jenis individual ini. Misalnya yang kita lihat demo dalam peringatan Hari ABRI/TNI dan Polisi, mereka memamerkan bagaimana turun dari helikopter, memanjat dinding gedung dan segala macam untuk menyelamatkan sandera.

Padahal yang terjadi bom ya tidak ada sanderanya. Semua bom di Indonesia tidak pernah ada pemberitahuan, bila ada telepon ancaman bom itu sudah pasti bohong, setelah dibom pun tidak pernah ada klaim pelakunya atau apa maksudnya.

Jadi bila sekarang sasarannya perorangan, ini modusnya kembali ke awal terorisme. Aksi terorisme itu bertahap mulai dari sasarannya individual, lalu tempat kosong, tempat parkir, jalanan seperti yang dulu terjadi di depan kedubes Filipina, kemudian mulai masuk tempat keramaian, setelah itu meningkat ke simbol ekonomi bom WTC misalnya, lalu puncaknya instalasi militer, Pentagon.

Nah kenapa kembali ke pola awal ini karena bahan peledak sulit didapat dan duit juga sulit. Jadi mereka terpaksa main yang kecil-kecil.

Bagaimana agar pelaku teror bom buku bisa segera ditangkap?<\/strong>

Ya harus investigasi forensik. Semua barang bukti, sesuai prosedur standar harus disita. Yang harus jadi catatan investigasi seperti itu mengandalkan jejak forensik, ini karena pengalaman saya kebetulan ikut mimpin investigasi bom Bali, dan itu berhasil baik karena forensik. Tapi saya lihat surat untuk Ulil misalnya masih dibawa sampai malam oleh teman Ulil, itu bisa terkontaminasi sidik jarinya. Ini sepertinya seluruh prosedur tidak taat asas untuk investigasnya. Polisinya mulai malas, Gegananya tidak datang-datang kan? Bagaimana untuk ke depan, apakah akan terus terjadi teror bom seperti ini?

Selama akar masalahnya tidak diatasi akan tetap terjadi teror seperti ini. Mau tidak mau kita harus hidup berdampingan dengan situasi seperti ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar