Senin, 29 Juni 2015

Polisi investigasi kebakaran kantor Komnas Perlindungan Anak


 

Kabar tentang terbakarnya kantor Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA) mengejutkan. Apalagi, yang terbakar di antaranya ruangan data yang menyimpan dokumen tentang kasus pembunuhan Angeline, bocah peremouan yang masih berusia 8 tahun.

Hari ini, Sebun 29 Juni, Kapolres Jakarta Timur Kombes Pol Umar Faroq meninjau lokasi kebakaran Kantor Komnas PA  di Jalan TB Simatupang, Pasar Rebo, Jakarta Timur. Langkah ini  disebutnya sebagai  bentuk investigas.

"Ini salah satu bentuk investigasi untuk mengungkap asal-muasal kebakaran sumber api dari mana," kata Kombes Pol Umar Farouq kala meninjau Kantor Komnas Perlindungan Anak yang terbakar beberapa hari lalu.

Dia mengatakan hasil pemeriksaan saksi-saksi dan laboratorium forensik mabes polri, dilakukan guna mencari titik temu informasi sumber api dan penyebab kebakaran.

Dia mempersilakan pihak-pihak yang memiliki dugaan atau informasi ihwal penyebab kebakaran untuk melaporkan kepada Polres Jaktim atau Polsek Pasar Rebo.

"Nanti saya akan tampung informasinya dalam proses penyelidikan," jelas Umar.

Hingga pemeriksaan hari ini polisi masih belum dapat menyimpulkan penyebab kebakaran di Kantor Komnas Perlindungan Anak dan masih mencari material-material yang dapat menjadi unsur pembuktian ilmiah dalam mengungkap sumber api.

Berdasarkan pemeriksaan terhadap saksi di lokasi kejadian, Umar mendapatkan informasi bahwa Kantor Komnas Perlindungan Anak dihuni dua Kepala Keluarga.

Saat kebakaran mulai terjadi, orang yang berada di dalam kantor Komnas Perlindungan Anak tidak mengetahui kobaran api.

"Mereka mengetahui dari laporan orang di sekitar. Kita masih cari informasinya, untuk sementara belum bisa disimpulkan," jelas dia.

Menyoal ada tidaknya kaitan kebakaran itu dengan kasus kematian Engeline, Umar mempersilahkan pihak tertentu yang mengetahui untuk segera melaporkan ke polisi.

"Intinya siapa pun penyebab kebakaran apabila terkait dengan peristiwa di Bali akan kita tindak pidana. Kita proses secara hukum," tegas dia.

Kantor Komnas Perlindungan Anak di Jalan TB Simatupang, Pasar Rebo terbakar Sabtu malam (27/6) sehingga sejumlah ruang penyimpanan dokumen terbakar.

Muncul dugaan kebakaran ini disengaja, guna menghilangkan dokumen kasus kematian Engeline di Bali.

Minggu, 28 Juni 2015

Polisi Tetapkan Margriet Terlibat Pembunuhan Angeline



Sebenarnya tidak terlalu mengejutkan, ketika penyidik Polda Bali menetapkan Margriet sebagai tersangka pembunuh anak angkatnya sendiri, Engeline (8). 

Pasalnya, sejumlah keterangan tersanagka AG, memang mengarah pada keterlibatan Margriet, si ibu angkat anak  yang malang itu. Tetapi, untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka, polisi memang perlu  memiliki  bukti yang kuat, untuk kelak di pengadilan sebagai bekal jaksa dalam membuktikan  keterlibatan Margriet dalam pembunuhan tersebut.

"Betul sekali, saya sudah mendapat laporan bahwa Margriet ditetapkan tersangka atas pembunuhan anaknya," ujar Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti seperti dikutip  Kompas, Minggu (28/6/2015).

Badrodin mengungkapkan, berdasarkan laporan yang diterimanya,  polisi mendasarkan penetapan tersangka Margriet atas tiga alat bukti. Pertama, pengakuan Agus, tersangka pertama pembunuhan bocah yang masih duduk di sekolah dasar tersebut.

"Bukti kedua, hasil analisis laboratorium forensik. Ketiga petunjuk di tempat kejadian perkara. Keterlibatan Margriet membunuh Engeline sangat kuat," kata  Kapolri.

Saat ini, lanjut Badrodin, penyidik masih terus mendalami apa motif Margriet membunuh sang anak angkat. Penyidik juga masih akan mencari apakah ada tersangka lainnya.

Dihubungi terpisah, kuasa hukum Margriet, Hotma Sitompul menyesalkan penetapan tersangka kliennya

Sabtu, 27 Juni 2015

Dulu setornya di Pos Polantas, kini di ibu agen ya..... :)


Suka naik Kopaja 57 Blok M - Kampung Rambutan? Atau, agan pernah atau sering dibikin jengkel oleh ulah sopir Kopaja 57? Misalnya, di simpang Makam TMP Kalibata arah Blok M, kendaraan Anda tak bisa melaju ke arah Pasar Minggu lantaran ada Kopaja 57 yang ngejogkrok di jalur paling kiri saat lampu merah menyala.

Nggak usah heran. Rupanya, ini sudah menjadi sistem. Sudah menjadi peyakit akut dalam berlalu lintas.

Beberapa tahun lalu, saya masih menyaksikan polisi sering menilang Kopaja yang mengambil jalur paling kiri, yang menjadi jatah pengedara yang akan ke Pasar Miggu. Tapi, pemandangan itu tidak terlalu lama saya saksikan.

Rupanya, ada kebihakan baru. Kopaja yang 'terpaksa' ngambil jalur paling kiri di perempatan TMP Kalibata itu, dapat dimaklumi mendatangi Pos Pol. Konon, kata kenek yang pernah saya tanya, setorya cukup Rp 6000. Tidak ada polisi di pos, yang ada tempat untuk menaruh duit permohonan maaf melanggar lalu lintas saja.

Tapi, entah karena apa, modus itu sudah lama berganti. Setoran, kini bisa disaksikan dikutip oleh seorang ibu. Begitu ada Kopaja 57 yang ambil jalur kiri, langsung disamperi. Kenek biasanya ngasih Rp 5 ribu atau Rp 6 ribu.

Nggak jelas benar, apakah si ibu ini ada kerjasam sama polisi lalu lintas atau tidak. Yang jelas, kalau pun ada polisi yang jaga di simpang tersebut, Kopaja yang jelas-jelas melanggar aturan lalin itu, tetap bisa melenggang tanpa di tilangs ama polisi.

Ngak tahu lah apa sebenarnya yang terjadi. Pak Tito Karnavian, sekali-kali boleh nyamar deh di Kalibata, menyaksikan fenomena ini. Tapi, kalau fakta yang saya ceritakan ini sudah nggak ada lagi, jangan kecewa. Berarti sudah berubah.

Ah, lampunya kan belum merah kali Pak Polisi



Saya mau kasih oleh-oleh ke agan-agan, dari jangkir {jalan-jalan tapi banyak mikir... he he he....) ke Medan, beberapa waktu lalu.

Ya, belum lama ini kami tim Concern ( ups... ini kandang kelompok pemikir yang juga menjadi strategic think thank) jalan-jalan ke Medan. Di sana bikin diskusi. Yang dibahas rada serius banget. Geman tidak, temanya penegakan hukum. Yang bicara, ada Pak Kapolda Sumut, Irjen Pol Eko Hadi Sutedjo, Ketua LBH Medan, Saldi Isra, dan Kejati Sumut, M Yusni. Diskusi jadi gayeng, karena dipandu Hermawan Sulistyo alias Mas Kikiek.

Ada yang 'lucu' atau sebenarnya gue mau bilang menyedihkan. Ini menyangkut budaya berlalu lintas di Medan. Cerita meluncur dari Pak Kapolda, mengenai bagaimana perilaku berlalu lintas orang Medan. Lampu merah masih sering di langgar.

Ternyata, klop dengan pengalaman Mas Kikiek. Ketika suatu saat, yang tidak disebutkan tangal dan tahunnya, mengendari mobil di Medan. Sudah beberapa tahun lalu sih, memang. Saat lampu lalin menyala merah, Mas Kikiek tentu saja menghentikan laju mobilnya. E, ternyata orang Medan banyak yang melenggang saja. Lalu, ada pengendara motor, yang berhenti di samping kanan kendaraannya.

"Abang orang baru ya?,"

"Kenapa?"

"Ya, soalnya Abang berhenti begitu lampu nyala merah."

"Lo situ kenapa juga berhenti?"

"Ahm pingin tahu aja, kok ada orang yang berhenti ketika lamou baru nyala merah."

Kata Pak Kapolda, orang Medan yang melanggar lalin, kalau ditangka suka berdalih. "Pak, kan belum merah 'kali.: Maksudnya, orang Mwdan bilang lampu merahnya belum merah sekali, karena baru berganti warna dari hijau ke merah. Jadi, kalau pun sudah merah, tetap dianggap bisa diterobos, karena belum merah 'kali.

O.. begitu ya budaya di Medan. Mungkin, daerah lain sebenarnya juga punya tradisi jelek dalam berlalu lintas. Tapi, inilah Medan.

Ini Medang Bung....!